Kamis, 27 November 2008

PENDIDIKAN BUDAYA DAN GLOBALISASI

Latar Belakang

Perkembangan dunia saat ini memang terus menerus berkembang pesat. Segala hal ikut berkembang dari hal yang paling kecil hingga hal yang paling besar bagi manusia. Mulai dari perubahan pembagian jam kerja hingga perubahan bidang kerja yang ditekuni. Sejalan dengan perkembangan ini, pendidikan ternya juga menjadi titik yang sangat strategis. Sebuah kondisi yang bisa menguntungkan namun jika salah dalam mengambil keputusan akan menjadi sebuah kerugian besar.

Dalam lingkup persaingan bebas ini pendidikan berperan penting dalam mencetak manusia-manusia yang handal dan siap berkompetisi dalam persaingan global.

Namun yang perlu kita ketahui bahwa pendidikan merupakan salah satu system yang sangat berkaitan dengan budaya. Dalam hal ini bisa budaya yang berarti sebagai tradisi masayarakat dan juga bisa diartikan sebagai gaya hidup. Ketika kita melihat sudut pandang budaya sebagai tradisi maka jelas kita akan memahami pendidikan sebagai wahana pelestarian budaya. Namun ketika kita melihat sisi budaya sebagai gaya hidup maka pendidikan berperan dalam pembentukan gaya hidup ini. Sejalan dengan perkembangan itu kita pahami bahwa manusia di zaman global seperti ini akan cenderung memajukan dirinya dalam segala hal. Hingga sampai akhirnya mereka akan dengan mudah meninggalkan asset budaya atau tradisi asli daerah mereka. Padahal justru budaya inilah yang menjadi ciri khas bangsa kita. Salah satu bukti dari hal ini adalah ketika saat ini banyak anak-anak muda yang cenderung mengikuti trend masa kini yang uumnya merupakan tren yang berasal atau diadopsi dari luar negeri.

Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kondisi budaya kita di tengah arus persaingan ini?
2. Bagaimanakah peran pendidikan kita di tengah arus globalisasi yang berdampak pada budaya kita?

PEMBAHASAN

Dalam rangka globalisasi maka akhirnya produk suatu industry, apalah itu produksi barang (manufaktur), ataukah itu industry jasa pendidikan, kesemuanya sama-sama dituntut harus kompetitif. Sebagai suatu contoh dapat kami kemukakan produk industry barang yang tidak kompetitif, misalnya produk industry dari Jerman Timur, ternyata dalam situasi pasar bebas sekarang ini tidak mampu bersaing dengan produk industry Jepang. Akhirnya industrinya jatuh. Bahwa dulu dia dapat bertahan, oleh klarena pada waktu itu dia menjadi pemasok barang untuk Negara-negara komunis. Jadi bukan karena menang bersaing di pasar bebas. Kemudian setelah runtuhnya Uni Soviet dan beberapa neara komunis di kawasan Eropa Timur, dan dianutnya mekanisme pasar bebas, dan karena kualitas produknya rlatif rendah;, maka dia tidak mampu bersaing dengan barang-barang produk Jepang dan industrinya hancur.
Seperti uraian pada contoh di atas, memang benar dalam pesaingan global sekarang ini semua produkl barang dituntut kualitas yang sama, kualitas yang bersifat global, dan harus kompetitif di bidang harga. Demikian jgua produk dari “industry jasa” pendidikan, suatu ketika akan dituntut kualitas sama secara global.

Menghadapi kondisi yang demikian ktia harus tanggap waktu kita sangat pendek. Sebagaimana kita ketahui, Negara kita ini terletak di cekungan pasifik; dan menurut para futurology dalam waktu dekat, yaitu di awal abad XXI pusat perekonomian dunia akan ebralih ke kawasan pasifik. Kita harus menyiapkan manusai Indonesia yang berkualitas, yang berkompetitif dengan orang Jepang, Korea, Hongkong, SIngapura, CIna, dan bangsa-bangsa lain di kawasan pasifik. Kalau kita tidak mampu menyiapkan manusia Indonesia yang demikian, maka bangsa Indonesia akan tertinggal lagi, dan hanya akan menjadi penonton. Kita tidak akan mampu memanfaatkan dampak positif, dan yang lebih mencemaskan lagi, ialah bahwa pada saat itu kita tidak akan dapat menghindari dampak negatifnya.

Untuk dapat menghasilkan manusia yang berkualitas masih banyak hal yang harus ditata. Suatu hal yang menonjol adalah masalah budaya, terutama tentang budaya IPTEK. Rupanya budaya kita belum kondusif untuk menjawab tantangan yang kita hadapi. Sebenarnya kami merasa sangat prihatin kalau melihat kondisi yang ada di masyarakat kita sekarang. Memang terkesan bahwa pad aumumnya sikap masyarakat masih kurang kondusif terhadap upaya pengemangan IPTEK. Kampus seabgai pusat intelektual dan cultural belum mantap.

Selanjutnya dapat diberikan gambaran sebagai berikut, sekarang ini media massa, baik itu surat kabar, TV ataupun radio masih belum menyajikan; berita yang memadai dalam hal pembudayaan IPTEK dalam acara berita di TV, selalu ada berita khusus tentang olah raga yang disiarkan secara tetap. Banyak bagian dari acara olah raga ini diisi dengan berita tentang lomba motor cross atau mobil rally, dan lain-lain yang kesannya lebih bersifat hura-hura. Disamping itu sebagian besar acara di TV adalah hiburan yang kadang-kadang juga terlalu banyak yang bersifat hura-hura, seperti music rock, dangdut dan sebagainya. Demikian juga halnya yang terjadi pada surat kabar. Artikel tntang olah raga jauh lebih menonjol dari pada IPTEK. Akhir-akhir ini terkesan banyak anak-anak muda lebih menghargai music rock dari pada ilmu pengetahuan. Di samping itu terkesan juga banyak diantara mereka lebih suka mengambil “jalan pintas” daripada bekerja keras.

Kami tidak anti terhadap olah raga, justru kai sangat menganjurkan orang untuk berolah raga karena hal itu sangat diperlukan bagi kesehatan manusia. Demikian juga terhadap seni. Asalkan selektif, dipilih yang tepat, maka seni akan dapat menghaluskan cita rasa manusia. Namun pilihannya jangan terlalu banyak yang bersifat hura-hura, karena hal itu justru akan menimbulkan dampak yang negative terhadap pendidikan generasi muda.

Peranan media massa pendidik untuk memasyarakatkan budaya IPTEK rupanya belum maksimal. Harapan kami media massa harus lebih tanggap terhadap masalah ini. Hal yang sangat penting, yaitu pembudayaan IPTEK jangan sampai dilupakan. Media massa minimal perlu menampilkan tiga berita tetap, yaitu berita social politik, beria IPTEK, dan berita olah ragaseni. Dengan demikian IPTEK akan membudaya di kalangan generai muda bangsa Indonesia, mereka akan tertarik kepada IPTEK, dan akhirnya mereka akan mampu bersaing degnan anak-anak Jepang, Korea, Singapura, dan lain-lain.

Sebagaimana kita ketahui, disamping sekolah dan keluarga, masyarakat merupakan salah satu komponen yang harus turut bertanggungjawab terhada pendidikan nasional. Media massa sebagai bagian dari pendidikan masyarakat dapat memainkan peran yang penting dalam mendidik masyarakat, agar menjadi masyarakat yang berbudaya IPTEK, antara lain: berdisiplin, mepunyai ethos kerja yang tinggi (kerja keras), efisien, produktif, inovatif, kreatif, dan lain-lain.

Apabila suasana budaya yang kondusif seperti yang uraikan di atas sudah diciptakan, maka maslaah-masalah kunci harus ditangani. Kalau kita ingin menguasai IPTEK maka ilmu-ilmu dasar, sepreti: matematika, fisika, kimia, dan biologi harus ditangani secara sungguh-sungguh sehingga menjadi menarik bagi anak-anak muda. Untuk itu, maka anak-anak muda harus diberi tahu bahwa kalau mereka mempelajari ilmu-ilmu dasar, dan kemudian mereka bekerja, maka pekerjaannya itu akan memberikan kehidupan yang layak. Kepada mereka perlu diberikan informasi tentang prospek masa depannya, antara lain yang menyangkut jenis-jenis lapagnan kerja yang bisa mereka masuki setelah mereka berhasil menguasai ilmu-ilmu dasar. ( Wahjoetomo.1993. Beberapa Pokok Pikiran Tentang Pelaksanaan Pendidikan Sebagai Jawaban Atas Isu. PT Gramedia Widia Sarana. Jakarta. )

Ditengah maraknya pembahasan mengenai globalisasi diatas salah satu keprihatinan kita adalah mengenai keberadaan buda daerah kita. Dalam hal ini budaya yang dimaksud adalah asset kultur hasil pemikiran manusia dalam suatu wilayah yang diyakini keberadaan dan kebenarannya. Kita tahu kita sebagai manusia di Indonesia, kita berada pada masyarakat yang majemuk. Mejemuk dalam hal sifat karakter, dan kebudayaan yang kita miliki. Ini merupakan sebuah asset tersendiri namun sering kita kesampingkan. Contohnya saja dalam dunia sekolah jam pelajaran bahasa inggris jauh lebih banyak dari pada jam pelajaran muatan local bahasa jawa.. seolah-olah kita sengaja diarahkan memang untuk melayani kemajuan teknologi. Padahal teknologi adalah hasil ciptaan manusia. Idealnya manusialah yang merajai teknologi.

selain itu kita juga harus memahami bahwa keberadaan sekolah saat ini semua cenderung diarahkan pada perkembangan IT information Technologisehingga selalu yang menjadi orientasi adalah teknologi dan terutama alasan globalisasi, padahal kita tahu bahwa dengan maraknya globalisasi ini ada kecenderungan untuk bersifat kompetisi. Kompetisi dalam era seperti ini adalah siapa yang kuat dialah yang menang. Hamper tidak ada istilah gotong royong. Padah kita tahu bahwa salah satu cirri bangsa Indonesia adalah gotong royong.
Saat ini mungkin dampak cultural akibat dari globalisasi belum begitu kita rasakan, namun ketika pendidikan kita terlena dengan kemewahan globalisasi bukan tidak mungkin akhirnya pendidikan kita hanya akan mencetak buruh-buruh murah bagi perusahaan-perusahaan asing yang kelak juga akan masuk di Indonesia.


Tidak ada komentar: